AUDIT SEKTOR PUBLIK
I. PENDAHULUAN
Selama ini sektor publik tidak luput
dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber
pemborosan negara. Keluhan “birokrat tidak mampu berbisnis” ditujukan untuk
mengkritik buruknya kinerja perusahaan-perusahaan sektor publik. Pemerintah
sebagai salah satu organisasi sektor publik pun tidak luput dari tudingan ini.
Organisasi sektor publik pemerintah merupakan lembaga yang menjalankan roda
pemerintahan yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena
itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara
pemerintahan haruslah diimbangi dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Pemerintahan yang bersih atau good
governance ditandai dengan tiga pilar utama yang merupakan elemen dasar
yang saling berkaitan (Prajogo, 2001). Ketiga elemen dasar tersebut adalah
partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan yang baik harus
membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang terkait dalam
pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau berpartisipasi secara aktif,
jalannya pemerintahan harus diselenggarakan secara transparan dan pelaksanaan
pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam bahasa
akuntansi, akuntabilitas (kemampuan memberikan pertanggungjawaban) merupakan
dasar dari pelaporan keuangan (Wilopo, 2001). Pelaporan keuangan pemerintah
tersebut memegang peran yang penting agar dapat memenuhi tugas pemerintahan
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
Dalam negara demokrasi, “pelaporan
keuangan yang transparan” merupakan sesuatu yang dituntut oleh rakyat kepada
pemerintahnya. Sebaliknya, dalam negara demokrasi, pemerintah berkewajiban
memberikan laporan keuangan yang transparan kepada rakyat. Pemerintah
demokratis harus bertanggung jawab atas integritas, kinerja dan kepengurusan,
sehingga pemerintah harus menyediakan informasi yang berguna untuk menaksir
akuntabilitas serta membantu dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan
politik. Pemerintah adalah entitas pelapor (reporting entity) yang harus
membuat laporan keuangan dengan beberapa pertimbangan berikut : (Partono, 2000)
:
- Pemerintah menguasai dan mengendalikan
sumber-sumber yang signifikan
- Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah
dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan ekonomi rakyat
- Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan
sumber-sumber tersebut
Laporan keuangan yang dihasilkan
oleh organisasi sektor publik pemerintah merupakan instrumen utama untuk menciptakan
akuntabilitas sektor publik (Mardiasmo, 2002). Akuntabilitas mengacu pada
kewajiban perseorangan, suatu kelompok atau suatu organisasi yang diasumsikan
harus melaksanakan kewenangan dan/atau pemenuhan tanggung jawab. Kewajiban
tersebut meliputi :
- Answering, usaha untuk memberikan
penjelasan atau justifikasi untuk pelaksanaan dan/atau pemenuhan tanggung
jawab
- Reporting, pelaporan hasil atas
pelaksanaan dan/atau pemenuhan
- Producing, asumsi kewajiban atas hasil
yang dicapai
Adanya tuntutan yang semakin besar
terhadap pelaksanaan akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen
sektor publik untuk memberikan informasi kepada publik, salah satunya melalui
informasi akuntansi yang berupa laporan keuangan. Dilihat dari sisi internal
organisasi, laporan keuangan sektor publik merupakan alat pengendalian dan
evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi eksternal,
laporan keuangan merupakan alat pertanggungjawaban kepada publik dan sebagai
dasar untuk pengambilan keputusan. Menurut GASB, tujuan laporan keuangan sektor
publik adalah (Mardiasmo, 2002)
- Mempertanggungjawabkan pelaksanaan fungsinya (demonstrating
accountability)
- Melaporkan hasil operasi (reporting operating
result)
- Melaporkan kondisi keuangan (reporting
financial condition)
- Melaporkan sumber daya jangka panjang (reporting
long live resources)
Seiring dengan munculnya tuntutan
dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas,
profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam
menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban
publik oleh organisasi sektor publik, maka diperlukan audit terhadap organisasi
sektor publik tersebut. Audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit
keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap
kinerja organisasi sektor publik tersebut.
II. JENIS-JENIS AUDIT DALAM AUDIT
SEKTOR PUBLIK
Audit yang dilakukan pada sektor
publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan
hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung
jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta
(Wilopo, 2001).
Secara umum, ada tiga jenis audit
dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit
kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit).
Audit keuangan adalah audit yang
menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara
efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara
benar. Audit kepatuhan adalah audit
yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan
masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan.
Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto,
2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai dengan
kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan
kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika
melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan.
Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan
dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan
pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang
menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan
suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan
efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan
kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan
kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak
pengguna laporan tersebut.
III. AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK
PEMERINTAH
Kinerja suatu organisasi dinilai
baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan
biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi
dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat
yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas
saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan secara terpisah.
Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional
organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien memastikan bahwa output yang
maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan konsep
efektif berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat
melayani kebutuhan pengguna jasa dnegan tepat.
Jadi, audit yang dilakukan dalam
audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi
dan efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan
audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain untuk performance
audit adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit (economy,
efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit pada ekonomi,
efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang
membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
Berikut ini adalah karakteristik
audit kinerja yang merupakan gabungan antara audit manajemen dan audit program.
3E
Ekonomi
Efektivitas
Efisiensi
Audit Kinerja/ Value Money
for Audit
Audit Program
Audit Manajemen
A. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Konsep yang
pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi, yang berarti pemerolehan input dengan kualitas dan
kuantits tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan
input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi
terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input
resources yang digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros
dan tidak produktif.
Konsep kedua
dalam
penegelolaan organisasi sektor publik adalah efisiensi, yang berarti pencapaian output yang maksimum dengan
input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output
tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan
standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa ekonomi
mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio terbaik
antara output dengan biaya (input). Karena output dan biaya diukur dalam unit
yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika dengan sumber daya yang ada
dapat dicapai output yang maksimal atau output tertentu dapat dicapai dengan
sumber daya yang sekecil-kecilnya.
Audit
ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas
telah memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan, gedung,
ruang dan peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga
bertujuan untuk menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya
praktik-praktik yang tidak ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan
organisasi dalam mengelola sistem informasi, prosedur administrasi dan struktur
organisasi
Menurut The General Accounting
Office Standards (1994), beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
audit ekonomi dan efisiensi, yaitu dengan mempertimbangkan apakah entitas yang
diaudit telah: (1) mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat; (2)
melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu dan jumlah) sesuai dengan
kebutuhan pada biaya terendah; (3) melindungi dan memelihara semua sumber daya
yang ada secara memadai; (4) menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang
tanpa tujuan atau kurang jelas tujuannya; (5) menghindari adanya pengangguran
sumber daya atau jumlah pegawai yang berlebihan; (6) menggunakan prosedur kerja
yang efisien; (7) menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang
minimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan
kualitas yang tepat; (8) mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara; (9)
melaporkan ukuran yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan
dan efisiensi (Mardiasmo, 2002)
Untuk dapat mengetahui apakah
organisasi telah menghasilkan output yang optimal dengan sumber daya yang
dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang telah dicapai pada periode
yang bersangkutan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, kinerja
tahun-tahun sebelumnya dan unit lain pada organisasi yang sama atau pada
organisasi yang berbeda.
B. Audit Efektivitas
Konsep yang ketiga dalam pengelolaan
organisasi sektor publik adalah efekivitas. Efektivitas berarti tingkat
pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Efektivitas merupakan
perbandingan antara outcome dengan output. Outcome seringkali
dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai.
Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan.
Sedangkan menurut Audit Commission (1986) disebutkan bahwa efektivitas berarti
menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang berwenang
untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya (Mardiasmo, 2002).
Audit
efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau manfaat yang
diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan menentukan
apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang
memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah. Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau
audit program adalah dalam rangka: (1) menilai tujuan program, baik yang
baru maupun yang sudah berjalan, apakah sudah memadai dan tepat; (2) menentukan
tingkat pencapaian hasil suatu program yang diinginkan; (3) menilai efektivitas
program dan atau unsur-unsur program secara terpisah; (4) mengidentifikasi faktor
yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan; (5) menentukan
apakah manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program
yang mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih
rendah; (6) menentukan apakah program tersebut saling melengkapi,
tumpang-tindih atau bertentangan dengan program lain yang terkait; (7)
mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih
baik; (8) menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk program tersebut; (9) menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah
cukup memadai untuk mengukur, melaporkan dan memantau tingkat efektivitas
program; (10) menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan
dapat dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program
Efektivitas berkenaan dengan dampak
suatu output bagi pengguna jasa. Untuk mengukur efektivitas suatu kegiatan
harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika hal ini
belum tersedia, auditor bekerja sama dengan manajemen puncak dan badan pembuat
keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan berpedoman pada tujuan
pelaksanaan suatu program. Meskipun efektivitas suatu program tidak dapat
diukur secara langsung, ada beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi pelaksanaan suatu program, yaitu mengukur dampak/pengaruh,
evaluasi oleh konsumen dan evaluasi yang menitikberatkan pada proses, bukan
pada hasil.
Tingkat komplain dan tingkat
permintaan dari pengguna jasa dapat dijadikan sebagai pengukuran standar
kinerja yang sederhana untuk berbagai jasa. Evaluasi terhadap pelaksanaan suatu
program hendaknya mempertimbangkan apakah program tersebut relevan atau
realistis, apakah ada pengaruh dari program tersebut, apakah program telah
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan apakah ada cara-cara yang lebih baik
dalam mencapai hasil.
C. Struktur Audit Kinerja
Sebelum melakukan audit, auditor
terlebih dahulu harus memperoleh informasi umum organisasi guna mendapatkan
pemahaman yang memadai tentang lingkungan organisasi yang diaudit, struktur
organisasi, misi organisasi, proses kerja serta sistem informasi dan pelaporan.
Pemahaman lingkungan masing-masing organisasi akan memberikan dasar untuk
memperoleh penjelasan dan analisis ynag lebih mendalam mengenai sistem
pengendalian manajemen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap
kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian dan pemahaman mengenai keluasan (scope),
validitas dan reabilitas informasi kinerja yang dihasilkan oleh entitas/organisasi,
auditor kemudian menetapkan kriteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran
kinerja yang tepat. Berdasarkan rencana kerja yang telah dibuat, auditor
melakukan pengauditan, mengembangkan hasil-hasil temuan audit dan membandingkan
antara kinerja yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Hasil temuan kemudian dilaporkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang
disertai dengan rekomendasi yang diusulkan oleh auditor. Pada akhirnya,
rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh
pihak-pihak yang berwenang.
Struktur
audit kinerja terdiri atas 1.
tahap pengenalan dan perencanaan, 2. tahap pengauditan, 3. tahap pelaporan dan
tahap penindaklanjutan. Pada tahap pengenalan dilakukan survei pendahuluan
dan review sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan yang dilakukan pada
survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen bertujuan
untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang dapat membantu auditor
dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan perbandingan antara
kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tahap pengauditan dalam audit
kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu telaah hasil-hasil program, telaah
ekonomi dan efisiensi dan telaah kepatuhan. Tahapan-tahapan dalam audit kinerja
disusun untuk membantu auditor dalam mencapai tujuan audit kinerja. Review
hasil-hasil program akan membantu auditor untuk mengetahui apakah entitas telah
melakukan sesuatu yang benar. Review ekonomis dan efisiensi akan
mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu
yang benar secara ekonomis dan efisien. Review kepatuhan akan membantu
auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan segala sesuatu dengan
cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku.
Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
Tahap pelaporan merupakan tahapan
yang harus dilaksanakan karena adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas
pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan utama untuk
melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen, lembaga
legislatif dan masyarakat luas. Penyampaian hasil-hasil pekerjaan audit dapat dilakukan
secara formal dalam bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislatif maupun
secara informal melalui diskusi dengan pihak manajemen. Namun demikian, akan
lebih baik bila laporan audit disampaikan secara tertulis, karena
pengorganisasian dan pelaporan temuan-temuan audit secara tertulis akan membuat
hasil pekerjaan yang telah dilakukan menjadi lebih permanen. Selain itu,
laporan tertulis juga sangat penting untuk akuntabilitas publik. Laporan
tertulis merupakan ukuran yang nyata atas nilai sebuah pemeriksaan yang
dilakukan oleh auditor. Laporan yang disajikan oleh auditor merupakan kriteria
yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan pekerjaannya.
Tahapan yang terakhir adalah tahap
penindaklanjutan, dimana tahap ini didesain untuk memastikan/memberikan
pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor sudah diimplentasikan.
Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap perencanaan melalui pertemuan
dengan pihak manajemen untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi organisasi
dalam mengimplementasikan rekomendasi auditor. Selanjutnya, auditor
mengumpulkan data-data yang ada dan melakukan analisis terhadap data-data
tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan
IV. PERLUNYA MENJAGA KUALITAS AUDIT
SEKTOR PUBLIK
Audit sektor publik tidak hanya
memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan sektor publik, tetapi juga
menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang dan peraturan
yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik juga memeriksa dan menilai
sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta keefektifan dari semua pekerjaan,
pelayanan atau program yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, bila
kualitas audit sektor publik rendah, akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum
(legitimasi) terhadap pejabat pemerintah dan akan muncul kecurangan, korupsi,
kolusi serta berbagai ketidakberesan.
a. Kapabilitas Teknikal Auditor
Kualitas audit sektor publik
pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan independensi
auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor telah diatur dalam standar
umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus
secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang
disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam pelaksanaan
audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping standar umum, seluruh
standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya kapabilitas teknikal
seorang auditor.
b. Independensi Auditor
Independensi auditor diperlukan
karena auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan memegang peran utama
dalam pelaksanaan audit kinerja, karena auditor dapat mengakses informasi
keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang diaudit, memiliki
kemampuan profesional dan bersifat independen. Walaupun pada kenyataannya
prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan secara mutlak,
antara auditor dan auditee harus berusaha untuk menjaga independensi tersebut
sehingga tujuan audit dapat tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu
dasar dalam konsep teori auditing. Dalam hal ini ada dua aspek independensi,
yaitu independensi yang sesungguhnya (real independence) dari para
auditor secara individual dalam menyelesaikan pekerjaannya, yang biasa disebut
dengan “practitioner independence”. Real independence dari para
auditor secara individual mengandung dua arti, yaitu kepercayaan diri (self
reliance) dari setiap personalia dan pentingnya istilah yang berkaitan
dengan opini auditor atas laporan keuangan. Aspek independensi yang kedua
adalah independensi yang muncul/tampak (independence in appearance) dari
para auditor sebagai kelompok profesi yang biasa disebut “profession
independence”.
Disamping dua aspek di atas, independensi
memiliki tiga dimensi, yaitu independensi dalam mebuat program, independensi
dalam melakukan pemeriksaan dan independensi dalam membuat laporan.
Independensi dalam membuat program meliputi bebas dari campur tangan dan
perselisihan dengan auditee yang dimaksudkan untuk membatasi, menetapkan dan
mengurangi berbagai bagian audit; bebas dari campur tangan dengan atau suatu
sikap yang tidak kooperatif yang berkaitan dengan prosedur yang dipilih dan
bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan pekerjaan audit untuk mereview
selain dari yang diberikan dalam proses audit.
Independensi dalam melakukan
pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas terhadap semua buku, catatan,
pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang berkaitan dengan kegiatan, kewajiban
dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama yang aktif dari pimpinan yang
diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas dari berbagai usaha pihak
diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau untuk menentukan dapat
diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan hubungan pribadi yang
mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan dan catatan
Independensi dalam membuat laporan
meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal atau kewajiban untuk mengurangi
dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan; pengabaian penggunaan yang sengaja
atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua dalam pernyataan fakta, pendapat dan
rekomendasi serta dalam penafsirannya dan bebas dari berbagai usaha untuk
menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan yang tepat dari laporan audit,
baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Jadi, untuk meningkatkan sikap
independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik baik
secara pribadi maupun kelembagaan, harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan
serta terpisah dari pemerintah. Auditor yang independen dapat menyampaikan
laporannya kepada semua pihak secara netral.
V. PENUTUP
Selama ini sektor publik/pemerintah
tidak luput dari tudingan sebagai sarang korupsi, kolusi, nepotisme,
inefisiensi dan sumber pemborosan negara, padahal sektor publik merupakan
lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber legitimasinya berasal
dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat
kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi dengan adanya pemerintahan
yang bersih.
Seiring dengan munculnya tuntutan
dari masyarakat agar organisasi sektor publik mempertahankan kualitas,
profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for money dalam
menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi sektor publik
tersebut. Akan tetapi, audit yang dilakukan tidak hanya terbatas pada audit
keuangan dan kepatuhan saja, namun perlu diperluas dengan melakukan audit
terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
Audit kinerja memfokuskan
pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang
menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Audit kinerja merupakan
suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan
efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan
kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan
kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak
pengguna laporan tersebut.
Kemampuan mempertanggungjawabkan
(akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah sangat tergantung pada kualitas
audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang baik, maka akan timbul
permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi, kolusi dan berbagai
ketidakberesan di pemerintahan. Kualitas audit sektor publik dipengaruhi oleh
kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor baik secara pribadi
maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor
publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan
campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.
REFERENSI
Harry Suharto. 2002. “Compliance Audit
Pemerintah Daerah”. Media Akuntansi. Edisi 26. Mei – Juni. pp. 14 – 15
Ikatan Akuntan Indonesia. 2000. Exposure Draft
Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik. Jakarta.
_______. 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1
April 2002. Salemba Empat. Jakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
_______. 2002. “Elaborasi Reformasi Akuntansi Sektor
Publik: Telaah Kritis terhadap Upaya Aktualisasi Kebutuhan Sistem Akuntansi
Keuangan Pemerintah Daerah”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. FE
UII Yogyakarta. Vol. 6 No. 1. Juni. pp. 63 – 82.
Partono. 2000. “Laporan Keuangan Pemerintah: Upaya
Menuju Transparansi dan Akuntabilitas”. Media Akuntansi. Edisi 14.
Oktober. pp. 25 – 26.
Prajogo. 2001. “Perspektif Pemeriksa terhadap
Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Sektor Publik. Kompartemen Akuntan Sektor Publik Ikatan Akuntan
Indonesia. Vol. 02 No. 02. Agustus. pp. 1 – 8.
Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 28 tahun
1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme.
_______. 2000. Peraturan Pemerintah No. 105 tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
_______. 2000 Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000
tentang Tata Cara Pertanggungjawaban kepada Daerah.
Wilopo. 2001. “Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas
Audit pada Sektor Publik/Pemerintah”. Ventura. STIE Perbanas Surabaya.
Vol. 4 No. 1. Juni. pp. 27 – 32.