PENDEKATAN POSITIF, PERATAAN LABA , DAN
MANAJEMEN LABA
13.1 PENDEKATAN
LABA
13.1.1 Paradigma informasi / ekonomi
Paradigma
informasi/ekonomi mengambil pandangannya melaui berbagai disiplin ilmu,termasuk
teori keputusan, teori permainan, teori informasi dan ekonomi. Beberapa dari
model analitis yang diusulkan memasukkan model teori keputusan, model teori
sindikat, model evaluasi informasi pengambil keputusan, model teori tim, dan
model pengumuman permintaan.
13.1.2 Paradigma agensi – analitis
Awal
dari paradigma agensi analitis mengacu pada contoh yang disajikan dalam makalah
seminar Coase, di mana ia pertama kali disebut sebagai hakekat perusahaan dan
gabungan antara principal dan agen. Coase juga memberikan penekanan pada
kontrak sukarela yang muncul antara berbagai pihak organisasi sebagai
penyelesaian yang efisien terhadap berbagai konflik kepentingan. Paradigma ini
kemudian mengalami perubahan dengan memandang perusahaan sebagai suatu “nexus
(penghubungan) kontrak” dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Jensen dan
Meckling bahwa perusahaan adalah “cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai
nexus dari serangkaian hubungan kontrak antara para individu.”
13.1.3 Teori akuntansi positif
Tujuan
utama pendekatan akuntansi positif adalah untuk menjelaskan, memprediksi
pilihan standar oleh manajemen dengan mengalisis biaya dan manfaat ungkapan
keuangan tertentu dalam hubungannya dengan berbagai individu dan alokasi sumber
daya dalam perekonomian. Teori positif didasarkan pada proposisi bahwa manajer,
pemegang saham, dan regulator/politisi adalah rasional dan mereka berusaha
untuk memaksimumkan utilitas mereka, yang secara langsung terkait dengan
kompensasi mereka, sehingga, terkait dengan kemakmuran mereka. Pilihan
kebijakan akuntansi oleh kelompok‑kelompok ini didasarkan pada
perbandingan biaya dan manfaat relatif prosedur akuntansi altematif dalam suatu
cara yang memaksimumkan utilitas mereka.
13.1.4 Evaluasi pendekatan positif
Pendekatan positif melihat pada “mengapa” praktik
dan/atau teori dikembangkan dengan cara tertentu dalam rangka untuk menjelaskan
memprediksi peristiwa akuntansi. Dengan cara seperti itu, pendekatan positif
berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi
faktor‑faktor rasional dalam bidang akuntansi.
Secara mendasar pendekatan tersebut berusaha untuk
menentukan sebuah teori yang menjelaskan fenomena observasian. Pendekatan
positif secara umum dibedakan dari pendekatan normatif, yang berusaha untuk
menentukan sebuah teori yang menjelaskan “apa yang seharusnya” dan bukan “apa
yang sesungguhnya”.
13.2 HIPOTESIS PERATAAN LABA
13.2.1 Hakikat perataan laba
Gordon menteorikan perataan income
sebagai berikut:
- Dalil 1 : Kriterium yang digunakan oleh
manajemen perusahaan dalam memilih di antara prinsip akuntansi adalah maksimisasi
utilitas atau kemakmurannya.
- Dalil 2 : Utilitas sebuah manajemen
meningkat bersama dengan (1) keamanan kerjanya, (2) tingkat income dan tingkat
pertumbuhan income manajemen, dan (3) besarya perusahaan dan tingkat
pertumbuhan besamya perusahaan.
- Dalil 3 : pencapaian tujuan manajemen
yang dinyatakan dalam Proposisi 2 tergantung sebagian pada kepuasan pemegang
saham terhadap kinerja perusahaan; yaitu, jika hal‑hal lain sama, semakin
bahagia pemegang saham, semakin tinggi keamanan, income, dan sebagainya, dari
manajemen
Dalil 4 : kepuasan pemegang saham
terhadap sebuah perusahaan meningkat bersama dengan rata‑rata tingkat
pertumbuhan dalam income perusahaan (atau ratarata tingkat return atas
modaInya) dan stabilitas income‑nya. Proposisi ini siap untuk diverifikasi
sebagaimana Proposisi 2.
13.2.2 Motivasi perataan
Beidelman
mempertimbangkan dua alasan bagi manajemen untuk meratakan eamings yang
dilaporkan yaitu:
-
Argumen pertama didasarkan pada asumsi
bahwa sebuah arus eamings yang stabil merupakan pendukung yang kapabel bagi
sebuah tingkat dividen yang lebih tinggi daripada sebuah arus eamings yang
lebih variabel, memiliki sebuah pengaruh menguntungkan terhadap nilai saham
perusahaan karena turunnya risiko total perusahaan.
Dia menyatakan:
“Sampai tingkat di mana variabilitas yang diobservasi tentang sebuah tren
eamings yang dilaporkan mempengaruhi ekspektasi subjektif investor atas hasil
dari eamings dan dividen yang mungkin di masa depan, manajemen dapat
mempengaruhi secara menguntungkan nilai saham perusahaan dengan meratakan
eamings”.
-
Argumen kedua untuk perataan adalah
kemampuan untuk mengatasi sifat siklis eamings yang dilaporkan dan mengurangi
korelasi retum ekspektasian perusahaan dengan retum portofolio pasar.
Dia
menyatakan: “Sampai tingkat di mana auto‑normalisasi eamings berhasil, dan
bahwa pengurangan kovariansi retum dengan pasar diakui oleh investor dan
dimasukkan dalam proses evaluasi mereka perataan akan menambah pengaruh yang
bermanfaat pada nilai saham”.
13.2.3 Objek Perataan
Pada dasarnya objek perataan seharusnya didasarkan
pada indikasi keuangan yang paling mungkin dan paling digunakan, yaitu laba.
Karena perataan laba bukanlah suatu fenomena yang terlihat, literatur
memperkirakan berbagai bentuk pernyataan keuntungan sebagai objek perataan yang
paling memungkinkan.
Para peneliti memilih indikator laba bersih atau laba
per saham sebagai objek perataan karena keyakinan bahwa perhatian jangka
panjang manajemen adalah terhadap laba bersih dan para pengguna laporan
keuangan biasanya melihat pada angka paling akhir, baik laba maupun laba per
saham.
13.2.4 Dimensi perataan
Dimensi‑dimensi perataan pada dasarnya merupakan cara
untuk mencapai perataan angka income. Dascher dan Malcolm membedakan antara
perataan riil dan perataan artifisial sebagai berikut: Perataan riil menunjuk
pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan atas dasar pengaruh
perataannya terhadap income, sedangkan perataan artifisial menunjuk pada
prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan kos dan/atau
revenue dari satu periode ke periode yang lain.
Di samping perataan riil dan artifisial, ada dimensi
lain perataan yang dibahas dalam literatur. Sebuah klasifikasi yang populer
menambah dimensi perataan yang ke tiga, disebut, perataan klasifikatori.
13.2.5 Variabel Perataan
Alat atau instrumen
perataan adalah variabel-variabel yang digunakan untuk meratakan indikator
kinerja yang dipilih. Copeland menguraikan lima kondisi yang diperlukan untuk
suatu instrumen pertaan sebagai berikut:
1)
Sekali digunakan, instrumen tersebut
tidak harus membuat perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan tindkaan
tertentu apa pun di masa depan.
2)
Intrumen perataan harus didasarkan pada
penerapan pertimbangan profesional dan diperkirakan dalam wilayah “Prinsip-Prinsip
Akuntansi Yang Berlaku Umum”
3)
Instrumen perataan harus mengarah pada
pergerakan yang material secara relatif terhadap perbedaan pendapatan dari
tahun ke tahun.
4)
Instrumen perataan tidak memerlukan
suatu transaksi riil dengan pihak kedua, tetapi hanya suatu reklasifikasi atau
saldo akun internal.
5)
Instrumen perataan harus digunakan,
secara sendirian atau bersama-sama dengan praktik lainnya, selama suatu periode
waktu tertentu.
13.3 MANAJEMEN LABA
13.3.1 Manajemen laba sebagai manajemen akrual
Pada
dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan
manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Hubungan berikut
ini adalah hal yang sangat penting untuk dapat memahami manajemen laba sebagai
manajemen akrual.
13.3.3 Kesalahan penetapan harga atau akrual pilihan
Persistensi
kinerja laba ternyata bergantung pada besaran relatif dari kas dan komponen
akrual dari laba. Akan tetapi, harga saham bertindak seakan-akan para investor
gagal dalam mengidentifikasi secara benar sifat-sifat yang berbeda dari dua
komponen laba. Pasar dengan salah menilai terlalu tinggi penentuan komponen
arus kas dari akrual laba sekaligus pula menilai terlalu rendah persistensi
dari komponen arus kas. Akrual juga menunjukkan serangkaian hubungan negatif
atau kecenderungan reversi rata-rata. Hasil akhirnya adalah bahwa pasar
merespon seakan-akan terkejut pada saat pembalikan laba yang sepertinya dapat
diramalkan terjadi di tahun berikutnya.
13.3.4 Isu-isu dalam manajemen laba
1)
Adalah sangat mudah untuk menduga bahwa
manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis keuangan atau
manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba oleh publik).
2)
Terdapat alasan yang baik untuk memiliki
kecurigaan bahwa manajemen laba bertujuan untuk memengaruhi kinerja harga
jangka pendek dengan berbagai cara.
3)
Manajemen laba berakhir dan dapat
bertahan karena informasi yang simetris, suatu kondisi yang disebabkan oleh
informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin mereka ungkapkan.
4)
Manajemen laba terjadi dalam konteks
suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang
menentukan pembagian aturan di antara pemegang kepentingan.
5)
Permainan laba, atau lebih tepat sebagai
permainan laporan laba triwulanan, mungkin menjadi alasan utama dalam manajemen
laba.
6)
Manajemen laba merupakan suatu hasil
usaha untuk melewati ambang batas.
7)
Manajemen laba dapat berasal dari hasil
pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensasi implisit.
8)
Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua
bentuk aturan: aturan industri yang spesifik dan aturan antitrust.
9)
Penilaian perusahaan secara umum
diasumsikan menjadi salah satu sasaran manajemen laba.
10)
Laba negatif secara tibak-tiba umumnya
lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif.
13.4
STATUS AKUNTANSI YANG BERSIFAT PARADIGMA
13.4.1 Evolusi atau revolusi di dalam akuntansi?
Berbagai pendekatan
digunakan untuk memformulasi sebuah teori akuntansi. Berdasarkan kelebihan dan
kelemahan masing‑masing pendekatan, kita dapat mengharapkan bahwa situasi
tersebut akan membawa pada sebuah perdebatan yang bermanfaat dan sebuah teori
akuntansi yang terpadu. Pandangan ini mungkin akan dilajuntukan oleh semua
orang yang percaya bahwa kemajuan dalam akuntansi akan terjadi melalui
akumulasi gagasan‑gagasan atau evolusi. Pandangan seperti itu mensyaratkan
penerimaan sebagian besar pendekatan yang diusulkan sebagai penyumbang
potensial bagi sebuah teori akuntansi yang final, terpadu, atau komprehensif.
Namun begitu, pandangan
yang kuat dan lebih logis, adalah bahwa akuntansi, seperti sebagian besar ilmu
sosial dan ilmu alami, mencapai kemajuan melalui revolusi bukan evolusi.
Gagasan tentang revolusi dalam akuntansi diambil dari karya Kuhn "The
Structure of Scientific Revolutions dan diusulkan, secara berhasil, dalam Statament
of Accounting Theory and Theory Acceptance (SATTA) yang diterbitkan oleh American
Accounting Association (AAA).
13.4.2 Akuntansi: suatu ilmu yang multiparadigma
Jika
akuntansi berada dalam tahap krisis, maka menjadi mungkin untuk
mengidentifikasi berbagai paradigma yang sating bersaing. Dengan kata lain,
akuntansi adalah sebuah sains multiparadigmatik, yang masing‑masing saling
bersaing untuk menguasai disiplin akuntansi. Mengikuti definisi Ritzer tentang
paradigma, masing‑masing paradigma akuntansi yang ada akan berisi contoh,
teori, dan metodenya sendiri. Secara lebih spesifik, “masing‑masing paradigma
akuntansi yang saling bersaing saat ini cenderung untuk menspesifikasi domain
empiris di mana sebuah teori akuntansi harus berada”.
Pertanyaan
:
1.
Mengapa perlu ada evaluasi pada pendekatan positif? Jelaskan !
2.
Mengapa pada dasarnya objek perataan itu didasarkan pada indikasi yang
paling mungkin dan paling digunakan, yaitu laba ?
Mengapa perataan laba diperlukan ?
ReplyDelete