Wednesday, April 25, 2012

Teori Akuntansi_Pendekatan positif, Perataan Laba, dan Manajemen Laba


PENDEKATAN POSITIF, PERATAAN LABA , DAN MANAJEMEN LABA

13.1       PENDEKATAN LABA
13.1.1    Paradigma informasi / ekonomi
Paradigma informasi/ekonomi mengambil pandangannya melaui berbagai disiplin ilmu,termasuk teori keputusan, teori permainan, teori informasi dan ekonomi. Beberapa dari model analitis yang diusulkan memasukkan model teori keputusan, model teori sindikat, model evaluasi informasi pengambil keputusan, model teori tim, dan model pengumuman permintaan.

13.1.2    Paradigma agensi – analitis
Awal dari paradigma agensi analitis mengacu pada contoh yang disajikan dalam makalah seminar Coase, di mana ia pertama kali disebut sebagai hakekat perusahaan dan gabungan antara principal dan agen. Coase juga memberikan penekanan pada kontrak sukarela yang muncul antara berbagai pihak organisasi sebagai penyelesaian yang efisien terhadap berbagai konflik kepentingan. Paradigma ini kemudian mengalami perubahan dengan memandang perusahaan sebagai suatu “nexus (penghubungan) kontrak” dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Jensen dan Meckling bahwa perusahaan adalah “cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai nexus dari serangkaian hubungan kontrak antara para individu.”
13.1.3    Teori akuntansi positif
Tujuan utama pendekatan akuntansi positif adalah untuk menjelaskan, memprediksi pilihan standar oleh manajemen dengan mengalisis biaya dan manfaat ungkapan keuangan tertentu dalam hubungannya dengan berbagai individu dan alokasi sumber daya dalam perekonomian. Teori positif didasarkan pada proposisi bahwa manajer, pemegang saham, dan regulator/politisi adalah rasional dan mereka berusaha untuk memaksimumkan utilitas mereka, yang secara langsung terkait dengan kompensasi mereka, sehingga, terkait dengan kemakmuran mereka. Pilihan kebijakan akuntansi oleh kelompok‑kelompok ini didasarkan pada perbandingan biaya dan manfaat relatif prosedur akuntansi altematif dalam suatu cara yang memaksimumkan utilitas mereka.

13.1.4    Evaluasi pendekatan positif
Pendekatan positif melihat pada “mengapa” praktik dan/atau teori dikembangkan dengan cara tertentu dalam rangka untuk menjelaskan memprediksi peristiwa akuntansi. Dengan cara seperti itu, pendekatan positif berusaha untuk menentukan berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi faktor‑faktor rasional dalam bidang akuntansi.
Secara mendasar pendekatan tersebut berusaha untuk menentukan sebuah teori yang menjelaskan fenomena observasian. Pendekatan positif secara umum dibedakan dari pendekatan normatif, yang berusaha untuk menentukan sebuah teori yang menjelaskan “apa yang seharusnya” dan bukan “apa yang sesungguhnya”.

13.2       HIPOTESIS PERATAAN LABA
13.2.1    Hakikat perataan laba
Gordon menteorikan perataan income sebagai berikut:
- Dalil 1 : Kriterium yang digunakan oleh manajemen perusahaan dalam memilih di antara prinsip akuntansi adalah maksimisasi utilitas atau kemakmurannya.
-   Dalil 2 : Utilitas sebuah manajemen meningkat bersama dengan (1) keamanan kerjanya, (2) tingkat income dan tingkat pertumbuhan income manajemen, dan (3) besarya perusahaan dan tingkat pertumbuhan besamya perusahaan.
-  Dalil 3 : pencapaian tujuan manajemen yang dinyatakan dalam Proposisi 2 tergantung sebagian pada kepuasan pemegang saham terhadap kinerja perusahaan; yaitu, jika hal‑hal lain sama, semakin bahagia pemegang saham, semakin tinggi keamanan, income, dan sebagainya, dari manajemen
Dalil 4 : kepuasan pemegang saham terhadap sebuah perusahaan meningkat bersama dengan rata‑rata tingkat pertumbuhan dalam income perusahaan (atau ratarata tingkat return atas modaInya) dan stabilitas income‑nya. Proposisi ini siap untuk diverifikasi sebagaimana Proposisi 2.

13.2.2    Motivasi perataan
Beidelman mempertimbangkan dua alasan bagi manajemen untuk meratakan eamings yang dilaporkan yaitu:
-          Argumen pertama didasarkan pada asumsi bahwa sebuah arus eamings yang stabil merupakan pendukung yang kapabel bagi sebuah tingkat dividen yang lebih tinggi daripada sebuah arus eamings yang lebih variabel, memiliki sebuah pengaruh menguntungkan terhadap nilai saham perusahaan karena turunnya risiko total perusahaan.

Dia menyatakan: “Sampai tingkat di mana variabilitas yang diobservasi tentang sebuah tren eamings yang dilaporkan mempengaruhi ekspektasi subjektif investor atas hasil dari eamings dan dividen yang mungkin di masa depan, manajemen dapat mempengaruhi secara menguntungkan nilai saham perusahaan dengan meratakan eamings”.

-          Argumen kedua untuk perataan adalah kemampuan untuk mengatasi sifat siklis eamings yang dilaporkan dan mengurangi korelasi retum ekspektasian perusahaan dengan retum portofolio pasar.

Dia menyatakan: “Sampai tingkat di mana auto‑normalisasi eamings berhasil, dan bahwa pengurangan kovariansi retum dengan pasar diakui oleh investor dan dimasukkan dalam proses evaluasi mereka perataan akan menambah pengaruh yang bermanfaat pada nilai saham”.

13.2.3    Objek Perataan
Pada dasarnya objek perataan seharusnya didasarkan pada indikasi keuangan yang paling mungkin dan paling digunakan, yaitu laba. Karena perataan laba bukanlah suatu fenomena yang terlihat, literatur memperkirakan berbagai bentuk pernyataan keuntungan sebagai objek perataan yang paling memungkinkan.
Para peneliti memilih indikator laba bersih atau laba per saham sebagai objek perataan karena keyakinan bahwa perhatian jangka panjang manajemen adalah terhadap laba bersih dan para pengguna laporan keuangan biasanya melihat pada angka paling akhir, baik laba maupun laba per saham.

13.2.4    Dimensi perataan
Dimensi‑dimensi perataan pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai perataan angka income. Dascher dan Malcolm membedakan antara perataan riil dan perataan artifisial sebagai berikut: Perataan riil menunjuk pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan atas dasar pengaruh perataannya terhadap income, sedangkan perataan artifisial menunjuk pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan kos dan/atau revenue dari satu periode ke periode yang lain.
Di samping perataan riil dan artifisial, ada dimensi lain perataan yang dibahas dalam literatur. Sebuah klasifikasi yang populer menambah dimensi perataan yang ke tiga, disebut, perataan klasifikatori.

13.2.5    Variabel Perataan
Alat atau instrumen perataan adalah variabel-variabel yang digunakan untuk meratakan indikator kinerja yang dipilih. Copeland menguraikan lima kondisi yang diperlukan untuk suatu instrumen pertaan sebagai berikut:
1)             Sekali digunakan, instrumen tersebut tidak harus membuat perusahaan memiliki komitmen untuk melakukan tindkaan tertentu apa pun di masa depan.
2)             Intrumen perataan harus didasarkan pada penerapan pertimbangan profesional dan diperkirakan dalam wilayah “Prinsip-Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum”
3)             Instrumen perataan harus mengarah pada pergerakan yang material secara relatif terhadap perbedaan pendapatan dari tahun ke tahun.
4)             Instrumen perataan tidak memerlukan suatu transaksi riil dengan pihak kedua, tetapi hanya suatu reklasifikasi atau saldo akun internal.
5)             Instrumen perataan harus digunakan, secara sendirian atau bersama-sama dengan praktik lainnya, selama suatu periode waktu tertentu.

13.3       MANAJEMEN LABA
13.3.1    Manajemen laba sebagai manajemen akrual
Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Hubungan berikut ini adalah hal yang sangat penting untuk dapat memahami manajemen laba sebagai manajemen akrual.

13.3.3    Kesalahan penetapan harga atau akrual pilihan
Persistensi kinerja laba ternyata bergantung pada besaran relatif dari kas dan komponen akrual dari laba. Akan tetapi, harga saham bertindak seakan-akan para investor gagal dalam mengidentifikasi secara benar sifat-sifat yang berbeda dari dua komponen laba. Pasar dengan salah menilai terlalu tinggi penentuan komponen arus kas dari akrual laba sekaligus pula menilai terlalu rendah persistensi dari komponen arus kas. Akrual juga menunjukkan serangkaian hubungan negatif atau kecenderungan reversi rata-rata. Hasil akhirnya adalah bahwa pasar merespon seakan-akan terkejut pada saat pembalikan laba yang sepertinya dapat diramalkan terjadi di tahun berikutnya.



13.3.4    Isu-isu dalam manajemen laba         
1)             Adalah sangat mudah untuk menduga bahwa manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba oleh publik).
2)             Terdapat alasan yang baik untuk memiliki kecurigaan bahwa manajemen laba bertujuan untuk memengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara.
3)             Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang simetris, suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin mereka ungkapkan.
4)             Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan di antara pemegang kepentingan.
5)             Permainan laba, atau lebih tepat sebagai permainan laporan laba triwulanan, mungkin menjadi alasan utama dalam manajemen laba.
6)             Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas.
7)             Manajemen laba dapat berasal dari hasil pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensasi implisit.
8)             Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan: aturan industri yang spesifik dan aturan antitrust.
9)             Penilaian perusahaan secara umum diasumsikan menjadi salah satu sasaran manajemen laba.
10)         Laba negatif secara tibak-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif.

13.4       STATUS AKUNTANSI YANG BERSIFAT PARADIGMA
13.4.1    Evolusi atau revolusi di dalam akuntansi?
Berbagai pendekatan digunakan untuk memformulasi sebuah teori akuntansi. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan masing‑masing pendekatan, kita dapat mengharapkan bahwa situasi tersebut akan membawa pada sebuah perdebatan yang bermanfaat dan sebuah teori akuntansi yang terpadu. Pandangan ini mungkin akan dilajuntukan oleh semua orang yang percaya bahwa kemajuan dalam akuntansi akan terjadi melalui akumulasi gagasan‑gagasan atau evolusi. Pandangan seperti itu mensyaratkan penerimaan sebagian besar pendekatan yang diusulkan sebagai penyumbang potensial bagi sebuah teori akuntansi yang final, terpadu, atau komprehensif.         

Namun begitu, pandangan yang kuat dan lebih logis, adalah bahwa akuntansi, seperti sebagian besar ilmu sosial dan ilmu alami, mencapai kemajuan melalui revolusi bukan evolusi. Gagasan tentang revolusi dalam akuntansi diambil dari karya Kuhn "The Structure of Scientific Revolutions dan diusulkan, secara berhasil, dalam Statament of Accounting Theory and Theory Acceptance (SATTA) yang diterbitkan oleh American Accounting Association (AAA).

13.4.2    Akuntansi: suatu ilmu yang multiparadigma
Jika akuntansi berada dalam tahap krisis, maka menjadi mungkin untuk mengidentifikasi berbagai paradigma yang sating bersaing. Dengan kata lain, akuntansi adalah sebuah sains multiparadigmatik, yang masing‑masing saling bersaing untuk menguasai disiplin akuntansi. Mengikuti definisi Ritzer tentang paradigma, masing‑masing paradigma akuntansi yang ada akan berisi contoh, teori, dan metodenya sendiri. Secara lebih spesifik, “masing‑masing paradigma akuntansi yang saling bersaing saat ini cenderung untuk menspesifikasi domain empiris di mana sebuah teori akuntansi harus berada”.

Pertanyaan :
1.             Mengapa perlu ada evaluasi pada pendekatan positif? Jelaskan !
2.             Mengapa pada dasarnya objek perataan itu didasarkan pada indikasi yang paling mungkin dan paling digunakan, yaitu laba ?



1 comment: